Kamis, 20 Januari 2011

KEMBALI PADA TRI DHARMA (1)

KEMBALI PADA TRI DHARMA

“Gerakan Pemurnian Mahasiswa Sebagai Agen Of Change”

Sebuah Pengantar


Pasca Kekuasaan Orde lama runtuh, muncullah Babak baru dalam sejarah Kemerdekaan Indonesia yang disebut dengan Orde Baru. Memang, pada saat itu kekuatan masih dipegang oleh kaum muda. Dengan naiknya Suharto pada umurnya yang ke-46 tahun sebagai presiden kedua maka tumbanglah rezim orde lama yang kemudian digantikan dengan Orde Baru, meskipun pada waktu kenaikan Suharto terdapat intrik politik yang sampai sekarang belum terkuak.

Pasca kenaikan Suharto sebagi Presiden kedua, Indonesia selama beberapa tahun mengalami beberapa kemajuan terutama dalam sector pembangunan, demikian pula dalam sector ekonomi, akan tetapi setelah kekuasaan tersebut membuai, dan melenakan jiwa seorang Suharto, maka sisi gelap seorang Suharto muncul, ia mulai menyusun strategi bagaimana melanggengkan kekuasaan tersebut, sebagaimana Sukarno dengan demokrasi terpimpinnya, dan kemudian mendeklarasikan diri sebagai presiden seumur hidup.

32 tahun Suharto memimpin Indonesia, dan selama itu pula pergerakan mahasiswa di Bumi Nusantara mati, pergerakan Mahasiswa di kebiri, diteror, dan dimati surikan, meskipun masih ada sebagian aktivis muda yang masih saja berani untuk menentang, tapi itu tidak berlangsung lama, seperti yang kita tahu pada akhirnya mereka menghilang (hilang, menghilang atau dihilangkan), atau mati pada usia muda yang sangat misterius.

Rezim Orde Baru semakin berkuasa dan merajalela, rezim inilah yang membuat bangsa Indonesia bangkrut, dan terbelkang dalam bebrbagai bidang, baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan lain sebgainya. Barulah pada tahun 1998 mahasiswa kembali menunjukan taringnya, hal tersebut dibuktikan dengan tumbangnya rezim Orde Baru yang digantikan dengan era reformasi yang dipelopori oleh Amien Rais dalam pergerakan politik dan Nurcholish Madjid (Cak Nur) dalam pergerakan intelektual.

Setelah Era Reformasi berhasil menumbangkan Rezim Orde Baru, Ternyata tidak memberikan dampak yang cukup berarti bagi Kesejahteraan Bangsa, yang terjadi hanya krisis pada setiap lini kehidupan. Realitas Kehidupan masyarakat semakin memburuk, hal tersebut tidak ada bedanya dengan kondisi Orde Baru pada saat berkuasa, bahkan sempat tercetus ungkapan “lebih baik jamannya pak Harto, Mendapatkan Sembako tidak sulit”. Dari ungkapan tersebut dapatlah kita menarik kesimpulan bahwa Rezim boleh saja bergati nama dengan Reformasi, tapi kekuasaan masih saja dikuasi orang-orang lama. Inilah Era Baru, Orde Baru paling Paling baru.

Pasca tragedi 1998 yang memakan banyak nyawa dari Mahasiswa, pergerakan mahasiswa kembali mengalami kemandulan. Krisis pergerakan terjadi dimana-mana, tidak ada pergerakan dan perubahan konkrit yang dihasilakan oleh mahasiswa, selain kepentingan individu dan golongannya sendiri. Pergerakan mahasiswa kembali dinodai oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, yang menyebabkan nama mahasiswa tercemar, dan tercoreng dimata masyarakat. Pergerakan mahasiswa dikuasi oleh kepentingan-kepentingan pragmatis individual, pergerakan mahasiswa tidak lagi murni sebagaimana namanya, ideologi telah tercemar oleh kepentingan sesaat. Yang dipikirkan hanya kekuasaan dan karir politik belaka, mereka tidak lagi memikirkan kepentingan public dan kesejahteraan masyarakat, mereka tidak berani menunda kesenangan sesaat, demi kesenangan hakiki yang lebih besar.

Mereka yang menamakan dirinya mahasiswa itu telah mandul dengan ide kreatif, konstruktif mereka kering dengan jiwa kepemimpinan, mereka hanya pintar menjilat untuk memuaskan nafsu mereka sendiri. Mereka berani menjual nama mahasiswa hanya demi jumlah nominal yang secuil kemudian mengkotak-kotakan pergerakan mahasiswa itu sendiri (antara Negeri dengan Swasta), mereka pikir dengan demikian mereka akan lebih mudah untuk mencapai kekuasan, tapi sebenarnya mereka telah dibodohi, mereka telah ditanduk seperti halnya kerbau bodoh.

Reformasi tidak lagi menjadi semangat yang membakar jiwa-jiwa revolusioner, kini, reformasi hanya menjadi jargon untuk mendapatkan kursi, kekuasan dan jabatan, reformasi telah beralih fungsi menjadi ideologi pragmatis (pragmatic ideology) dari sebuah kepentingan. Ini bukan kesalahan siapa-siapa, tapi ini adalah kesalahan mereka yang tidak mempunyai karakter, nasionalisme mereka tumpul dan wawasan kebangsaan mereka dangkal, mereka tidak siap untuk memimpin bangsa ini karena mereka tidak mempunyai formula untuk menyelesaikan segala bentuk permasalahan bangsa, oleh karena itu mereka mudah untuk diombang-ambing dan dikelabui dengan sogokan nominal yang secuil. Maka benarlah, mereka bukan seorang pemimpin, penjilat tetaplah penjilat dan selamanya akan menjadi penjilat, merekalah yang membuat Negara ini bangkrut dan hancur, Alam-pun tahu itu.

Sebagi mahasiswa dan generasi muda, Lantas apa yang harus kita lakukan sekarang ?

Yang harus kita lakukan sekarang adalah, melakukan gerakan pemurnian Mahasiswa. Dan mengembalikan mahasiswa kepada fungsinya, yaitu sebagai agen of change, tentu saja dengan landasan Tri Dharma Perguruan Tinggi yakni, dharma pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat (sebagai gerakan intelektual, Kontrol Sosial Politik dan Pengabdian Masyarakat). Tentunya dengan pertimbangan yang Logis, Etis dan Estetis. Kita harus mempunyai basis idiologis yang jelas dengan kajian yang ketat, Itulah yang harus kita lakukan sekarang. Tanpa landasan tersebut kita tidak akan menjadi sesuatu, dan tanpa landasan tersebut pergerakan kita tidak ajan jadi apa, ia akan jadi pragmatis, parsial dan simplistic, kita hanya akan menjadi zombie yakni tubuh yang bergerah tanpa memiliki roh.


Hanya satu kata, Bergerak, bergerak dan bergerak. Itulah yang harus kita lakukan sekarang. Sekarang, sekarang dan sekarang. Jangan sampai kita melakukan kesalahan yang sama dengan generasi sebelum kita.